Selasa, 22 Maret 2011

Keajaiban Hidup

Namanya Riko Andrea Wardana. Semua orang kenal dia, cowok berusia 12 tahun yang kehidupannya bak raja kecil. Hidup dengan bergelimangan harta, orang tua konglomerat, ditambah dengan kasih sayang dari kedua orang tuanya yang berlimpah, hidup Riko merupakan impian setiap orang. Papa mama Riko sangat sayang terhadap Riko apapun yang Riko mau, dalam sekejap orang tuanya dapat memenuhinya. Bahkan di ulang tahun yang ke-10, Riko mendapatkan ipod, laptop, sekaligus berlibur ke Singapura sebagai hadiah ulang tahunnya. Sungguh menarik menjadi Riko. Namun disuatu malam Riko yang tak bisa tidur berjalan kearah kamar kedua orang tuanya. Namun bukan ketenanggan yang Rikon temukan, namun ternyata. “Mama ini selalu saja menghabis-habiskan uang papa untuk arisan, belanja dan beli perhiasan mahal seperti ini ? buat apa ma ? beli barang barang nggak berguna seperti ini !”. BRUAK. Papa membanting kotak perhiasan mama. Dan itu sukses membuat Riko yang dari tadi mendengar pembicaraan kedua orang tuanya kaget setengah mati. “Papa sendiri kemana saja selama ini ? Papa selalu bilang ada rapat inilah, dengan klien itulah, padahal papa selama ini selingkuh dengan wanita lain, kan ?” Mama pun berteriak sambil menangis. PLAAKK. Papa pun menampar mama. “Papa berani menampar mama. Pokoknya mulai detik ini mama mau berpisah sama papa.” Pipi mama pun memerah karma tamparan papa “Oke kalau begitu kita pisah!” Riko yang shock langsung berlari kemar dengan tumpahan air mata. Hati Riko benar-benar sakit, melihat mamanya ditampar oleh papanya. Riko menangis dan terus menagis, walaupun riko seorang laki laki, namun tetaplah Riko hanya seorang anak kecil yang masih butuh kasih sayang. Dan sejak malam itu Riko hidup dengan bayang bayang kelam.Keesokan harinya…. “Riko sayang, kenapa sarapannya sedikit banget, sih ? muka kamu kok kusut banget, tidur jam berapa tadi malam ?” mama bertanya dengan lembut seperti tak terjadi apa semalam. “Papa mana, ma? Memang kalau berangkat sepagi ini ya?” “Maaf mama gak tau sayang. Sejak mama bangun papa udah gak ada. Mungkin ada klien penting atau ada rapat mendadak. Tumben sekali kamu nanyain papa ? ada apa?” mama menjawab dengan cuek. Riko yang jengkel dengan sikap mamanya tersebut lalu meninggalkan meja makan. “Sayang kamu kenapa ? sarapannya kan belum selesai. Kok langsung pergi ?” “Harusnya aku yang tanya sama mama kenapa ? Kenapa papa sekarang jarang ada dirumah ? Kenapa papa sama mama jarang pergi berdua ? dan KENAPA PAPA SAMA MAMA BERANTEM TADI MALAM ? apa mama tau betapa sakitnya aku melihat…melihat papa sama mama beratem seperti itu. ?” Riko pun tak kuasa menahan tangis. Ia pun tak peduli lagi harga dirinya sebagai cowok yang katanya pantang menangis. “Sayang kamu dengar…dengar semuanya… mama bisa jelasin semuanya sayang.. ini demi kebahagian kita semua…tolong ngerti.. Riko” “Ini semua buat kebaikan mama sama papa.. BUKAN BUAT RIKO dan asal mama tau Riko kecewa sama mama.” Riko pun meninggalkan mamanya yang menagis sendirian di ruang makan. Riko berlari ke kamarnya lalu membanting pintu kamar dan menguncinya. Riko tak pernah berfikir akan bisa jadi sesedih ini. Meskipun hidup dengan bergelimangan harta. Namun harta pun takkan bisa menyatukan kedua orang tuanya kembali. Riko sangat sedih hingga ia mengurung dirinya sampai fajar kembali keperaduannya. Setelah seharian belum makan, rasa lapar pun dirasakan oleh Riko. Riko pun keluar mencari makanan di dapur. Namun ditengah jalan menuju kedapur, Riko dipangil oleh kedua orang tuanya yang kelihatannya sedang berbicara serius. “Sayang kesini sebentar mama sama papa mau bicara sama kamu.” Riko pun menurut. “Riko mama sama papa sudah setuju untuk berpisah. Dan ini sudah mutlak. Dan mama mau, kamu milih mau tingal sama mama di Bandung atau sama papa di Amerika.” Mama bertanya dengan tegas. Tak ada nada sedih yang terdengar, dan itu membuat Riko semakin sedih. “Tapi ma.. Riko mau tinggal sama kalian berdua.” “Riko tolong jangan membantah. Ini sudah keputusan mama sama papa.” Akhirnya papa yang sedari tadi diam ikut membuka suara. “Oke kalu begitu aku memilih ikut papa di Amerika.” 4 Tahun Kemudian… “Sayang… kamu mau jelasin apa sama mama tentang raport mu ini… semuanya ga lebiih dari 6. Mama selama ini banting tulang sendirian di Bandung untuk kamu.” Semenjak mama dan papanya berpisah 4 tahun lalu, Riko menjadi anak yang amat sangat nakal. Semua nilainya turun drastis, bahkan dia sudah 2 kali di drop out oleh sekolah yang dulu. “Hah.. mama bilang banting tulang??? Banting tulang apanya, kerja mama Cuma duduk dikantor yang megah sambil tanda tangan surat, udah kan...” Riko berkata dengan cueknya lalu berjalan kearah kamarnya tanpa memperdulikan mamanya. “RIKO…..RIKO…. KEMBALI…MAMA BELUM SELESAI BICARA SAMA KAMU… RIKO..” BRUUAAAK. Riko pun membanting pintu kamar lalu menguncinya. Riko memang saaaannggat kecewa dengan kedua orangtuanya. Terutama dengan mamanya, yang telah melarangnya ikut bersama papanya dan memaksa Riko tinggal di Bandung. Slama ini Riko berusaha membuat mamanya jengkel kepadanya. Riko ingin mamanya menyerahkan dirinya kepada papanya di Amerika. Segala cara tlah dicoba sampai sampai Riko sudah pernah merokok, minum minuman keras, hingga menindik lidah dan hidungnya. Namun sia sia. Jika Riko kesal yang dilakukannya adalah menulis puisi. Jauh dilubuk hatinya Riko hanya ingin kedua orang tuanya kembali. Seperti saat ini Riko menulis sebuah puisi. Kapan mereka bisa kembali.Lelah diriku menjadi orang lain..Yang tegar bak besi baja.. Tiap kata yang tertulis tak mempu mengambil sebagian sesalku... Sesal yang tak pernah berujung,, Sesal yang tlah mengambil sebagian hidupku..Lelah debgan semua ini ku terpaksa menangis,,Sudah cukup penderitaan ku,,Ku masih saja munafik..Seolah ku tak butuk mereka..Berusaha cuek sambil berandai andaii,,Berharap mereka tak tau penderitaan ku.. Tak ada yang tau slama ini Riko pandai menulis puisi dan cerita singkat.Riko hanya menulis dengan sesuka hati di buku hariannya. Sepulang Sekolah… “Riko, mama denger kamu ngerokok di sekolah apa benar itu ?”Riko yang baru pulang sekolah langsung dicegat mamanya diruang tamu. “Ooo.. mama sudah pulang…tumben?? Kenapa, perusahaannya hampir bangkrut ya. Ma ?” “ Riko, jaga mulut kamu,, apa yang kamu lakukan ini tlah mencoreng nama baik mama, tau.” Riko sebenarnya sangat terkejut mendengar perkataan mamanya. “Oke kalau begitu Riko akan pergi dari rumah. Biar mama ga malu lagi punya anak kayak Riko.” Riko pun berlari kekamarnya dan membereskan berberapa barang-barangnya. “Selamat tinggal, Ma. Mungkin ini terakhir kalinya aku muncul dihadapan mama.” Riko pun berlalu dihadapan mamanya. “Riko kembali… mama minta maaf sayang…Riko..” Teriak sekencang apapun tak mampu mengaobati sesal dan kecewa di hati Riko kepada mamanya. Sepanjang perjalanan Riko pun tak tahu mau kemana. Kenapa mama seperti itu. Kenapa mama sama papa pisah. Tak tahu kah mereka aku sangat kesepian? Sendirian dijalannan, terombang ambing tak tahu mau kemana. Riko berkata dalam hati. Kesal yang dirasakannya saudah tak terbendung lagi. Setelah berjalan sepanjang siang, Riko pun memilih beristirahat di toko sederhana di pinggir jalan. Karna Riko tak mempunyai uang banyak, riko hanya beli air mineral. “Hmm...hmm…mbak beli airnya satu yah? Boleh numpang istirahat sebentar disini..” Riko sempat terbata bata karna tak disangka ternyata penjualnya adalah gadis seusia Riko yang mengalamai tuna netra. “ Maaf mas sepertinya sedang kabur dari rumah ya ?” gadis buta tersebut berusaha membuka pembicaraan setelah lama saling berdiam diri. “ Kok mbak tahu ? mbak kan….” “Saya tahu saya buta. Tapi saya masih bisa melihat dengan mata hati saya. Maaf kalau boleh tahu, kenapa ya mas kabur dari rumah ? Malah sepertinya mas ini orang kaya ya? Maaf lho mas kalau saya lancang .” “ Tidak papa kok mbak. Kenal kan saya Riko, saya memang kabur dari rumah. Orang tua saya berpisah, saya kecewa dengan mereka.” Riko pun bercerita tentang kisah hidupnya. “Saya Ira. Riko kamu masih beruntng. Tak seperti saya, orang tua saya sengaja membuang saya karna saya buta sejak kecil. Oh ya.. kamu sudah punya tempat tinggal untuk hari ini. Kebetulan di sebelah panti tempat saya tinggal ada kost-an murah. Mungkin kalau berminat.” Ira pun dengan senang hati menawari Riko tempat tinggal. “Hmm.. boleh.. kapan kamu antarkan saya kesana ?” “Maaf saya harus masih menjaga dagangan saya. Mungkin nanti sore. Bagaimana ?” “Baikalah kalau begitu. Bagaimana kalau saya membantu kamu berjualan?” “Boleh,,” Riko pun menemani Ira berjualan. Dengan cepat mereka akrab satu sama lain. Saling menceritakan kehidupan masing-masing, bercanda tawa, hingga Riko pun melupakan kesedihannya. Matahari telah turun. Kembali ke peraduannya. Meninggalkan seberkas cahaya bak emas yang berkilau di langit biru. Semua kembali dari kehidupan penuh peluh dan sesak menuju rumah masing masing dengan berbagai perasaan yang ada. Begitu pula dengan Ira dan Riko yang seharian ini berjualan, dengan perasaan ceria mereka menyusuri jalanan yang ada. Akhirnya tibalah mereka di kost-an yang akan menjadi tempat tinggal untuk Riko. “Bagaimana ? kira-kira kamu betah tidak tinggal disini, Rik ?” tanya Ira. “Betah kok. Oh ya, panti kamu dimana ?” “Masa’ ga kelihatan sih ? jaraknya sekitar 50 meter dari sini. Ya sudah kalau begitu aku pulang dulu, Rik.” Ira pun berpamitan kepada Riko .”Daaaghh..” Keesokan harinya… “Riko…Riko…Ira nih….” “Ooo Ira. Masuk aja. Bawa apa itu ? makanan ya ? wahh kebetulan aku belum sarapan nih.” Riko pun keluar untuk melihat siapa yang datang pagi pagi seperti ini. “Makasih. Aku bawa makanan dari ibu panti. Lumayan kan, kamu bisa ngirit pengeluaran. He..he..he…” “Kamu tau aja kalau aku bawa uang pas pas-an. Kita makan dimana nih ?” Tanya Riko. “Bagaimana kalau kita makan di tempat kita jualan. Sekalian kita berjualan ?” Ira pun menyampaikan idenya. “Boleh. Kalu gitu c’mon. aku sudah lapar.” Sepanjang perjalanan mereka bercanda tawa. Tak ada guratan sedih diwajah mereka, terutama di wajah Riko. Walaupun Riko mempunyai orang tua konglomerat, namun Riko terlihat nyaman bersahabat dengan Ira. Begitu pun sebaliknya, meskipun Ira buta, ia tak terlihat canggung bermain, bercanda tawa, maupun bersahabat dengan Riko. Sehari dua hari, sebulan dua bulan, Riko dan Ira bak adik dan kakak. Riko pun sering main dipanti, membantu Ira berjualan, bahkan membantu Ira mengajar anak anak di panti. Suatu hari Ira menemukan buku harian Riko, tempat Riko menulis puisi, cerpen cerpen, hingga kisah hidupnya. “Eits…buku ini jangan dibuka ya, Ra.” Riko melarang Ira mengambil buku hariannya. “Memang ada apanya sih ? Buat orang penasaran aja.” Kata Ira kesal. “Ada berberapa puisi sama berberapa cerpen, tapi ga bagus bagus banget kok.” “Bacain donk! Please.. penasaran nih. Kita kan sahabat.” Ira pun memohon “Oke. Tapi jangan ketawa kalau cerpennya jelek, janji ya.” Ira pun mengangguk dengan senang. Mulailah Riko membacakan berberapa cerpen yang dibuatnya di kala sedih. Dibacanya dengan serius cerpen tulisan tangannya. Sunyi. Hening tak ada suara lain selain suara Riko yang membaca dengan cerpen dengan menarik. Tak ada tawa yang ditakutkan Riko. Hanya wajah serius yang tampak diwajah Ira. Tak lama kemudian Riko selesai membacakan cerpen karangannya tersebut. “Bagaimana cerpennya ? jelek ya ? kok dari tadi diam terus ?” setelah selesai membaca Riko memberi Ira berbagai pertanyaan. “Kamu bercanda ya ? ini cerpen terbagus yang pernah ku dengar. Beneran ini kamu yang buat ? berarti kau hebat banget dong. Eh, bagaimana kalau puisi juga cerpen kamu kita kirim ke majalah. Lumayan kan kalau keterima, sama sekalian cerpennya juga ya?” Mengirim puisi dan cerpen ke majalah, salah satu ide cerdas yang tak pernah terpikirkan oleh Riko. Apalagi uang Riko mulai menipis. Walau dengan ragu, akhirnya Riko menyetujui ide Ira. “Tapi, aku malu, bagaimana kalau tidak diterima?” Riko pun meragu. “Kita coba dulu. Kalau ditolak, kita tetap berusaha. Udah deh, jangan ragu, besok kita kirim puisi juga cerpenmu.” Ira mencoba memberikan harapan untuk Riko. “Ehm.. baiklah.” Riko pun memutuskan walau sedikit ragu.* * * Keesokan harinya, sesuai janjinya pada Riko. Ira pun bersedia menemani Riko mengirim puisi dan cerpen ke salah satu redaksi majalah remaja. “Duh.. bagaimana ni, Ra ? aku takut cerpen dan puisiku ditolak.” “Sudahlah, Rik, yang penting kita sudah melakukan yang terbaik. Ya, semoga aja puisi dan cerpenmu diterima.” Disaat seperti inilah Ira sangat dibutuhkan oleh Riko, saat dia ragu, Ira selalu memberi semangat, dan saat dia susah, Ira datang dengan harapan baru, menghapus awan hitam yang selama ini menyelimuti Riko. Tak heran kalau Riko terlihat lebih ceria, dan bisa melupakan masa lalu kelamnya. Dua minggu tlah berlalu, dan belum juga ada balasan dari pihak redaksi majalah. Harapan Riko pun semakin lama semakin menipis, bahkan Riko hamper melupakan puisi dan cerpennya. Namun suatu hari. “Ira…ira…” “Ada apa sih, Rik, pagi pagi kok sudah ada di panti ?” Ira pun heran kenapa pagi pagi seperti ini Riko sudah ada di pantinya. “Tadi kata ibu kost ku, ada kiriman untuk aku dari pos. Dan kamu tau apa itu ?Ini bingkisan dari redaksi majalah tempat kita mengirim puisi sama cerpen, jadi…. puisi dan cerpenku diterima…” terang Riko “Ahhh…. Yang benar ? wahh kamu hebat dong, makanya kamu harus percaya diri untuk mencapai sebuah kesuksesan. Oh ya bagaimana kalau kamu juga buat novel. Nanti aku bantu ngetik deh naskanya. Lalu kita kirim ke penerbit.” “Duh.. bagaimana kalau ke beberapa Koran dulu, deh. Kalau ke penerbit bukannya terlalu cepat ya ?” “Oke deh”* * * Meskipun uang yang didapat tak seberapa namun uang tersebut cukuplah untuk menyambung hidupnya sehari hari. Dan lagipula Riko suka menulis puisi “Eh, Rik ? kamu sudah mengirim cerpen mu kemana mana, berarti tingga ke penerbit dong ? Mungkin saja bukumu nanti jadi best seller ?” Hari ini Ira menemani Riko mencari ide untuk cerpen selanjutnya. “Tapi aku nggak yakin, lagipula menulis novel ataupun teenlit itu tak mudah. Harus punya banyak ide.” Riko ragu dengan ide Ira. “Kamu bisa nulis apa saja kan, lagipula aku kan bantuin kamu.” Tawar Ira. “Oke deh aku coba. Makasih yah kamu sudah jadi penyemangatku.” Akhirnya Riko menyetujui pendapat Ira. Berberapa minggu selanjutnya Riko dan Ira sangat lah sibuk. Setiap hari setelah Riko menemani Ira berjualan, gantian Ira lah yang harus menemani Riko menulis naskah novelnya. Genap 3 bulan, akhirnya Riko dapat menyelesaikan novelnya. “Huh, akhirnya selesai juga. Oh, ya Ra, tadi aku lihat ada pengumuman lomba menulis novel. Bagaimana, sebelum ke penerbit mendingan kita coba dulu ikutin lomba novel itu, kalau novel ini bisa menang, berarti kemungkinan besar novel lainnya bisa diterima di penerbit, menurut mu ? “Ide kamu bagus. Kapan lombanya dimulai ?”kali ini ide Riko cukup bagus. Dan Ira pun menyutujui ide Riko. “Kayaknya jum’at depan deh, kamu ikut aku kan ? “Pasti.”* * * Sesuai dengan janjinya, Ira menemani Riko mengikuti lomba membuat novel. Dan setelah menunggu sekitar satu minggu pengumuman pemenang pun diumumkan. Dan tak disangka sangka ternyata novel karya Riko masuk dalam jajaran para pemenang. Rasa senang bercampur terharu jelas dirasakan oleh Riko. “Ira.. Ira.. lihat aku menang, Ra, aku menang..” “Benarkah ? wahhh selamat ya, Rik, kamu memang jago kalau soal nulis menulis. Hadiahnya apa Rik ?” Ira pun ikut senang melihat sahabatnya berhasil. “Hmm..biar aku lihat. Waw! Keren! Biar aku bacakan ya, Ra. Tiap pemenang akan mendapatkan masing masing uang tunai dan kesempatan untuk menerbitkan 3 buku. kebetulan nih. Kesempatan buat aku.”* * * Riko pun semakin sibuk dengan kegiatan menjadi penulis. 2 bukunya sudah, diserahkan ke penerbit, bahkan salah satunya sudah dijual dipasaran. Riko punya keinginan baru, yaitu ia ingin menulis kisahnya mulai dari ia masih bersama orang tuanya hingga ia seperti sekarang ini. “Ra, suatu saat nanti boleh tidak aku ingin menulis kisah persahabatan kita ? aku ingin semua orang tahu, bahwa sahabat dapat membantu kita disaat apapun, boleh kan ?” “Terserah kamu, Rik. Mau seperti apapun kisah yang akan kamu tulis, aku akan selalu membantu kamu.” “Makasih ya, Ra, kamu sudah mau membantu aku selama ini, sampai aku jadi seperti ini.” Ira pun hanya tersenyum, entah mengapa hari ini Ira gelisah sekali, ia takut hadapi hari esok.* * * “Ra, Ira, aku punya kabar bagus banget. Tadi pagi aku dapat telpon dari pihak pernerbit, katanya buku aku best seller. Dan nanti malam aku dapat penghargaan karna buku aku, buku terlaris dalam waktu tersingkat. Kamu besok mau datang kan ? Memang tak disangka ternyata novel karya Riko pun layak dipasaran, bahkan bisa cepat laku hingga menjadi best seller. Berawal dari anak broken home yang super bandel, lalu pergi meninggalkan orang tua, bersahabat dengan gadis buta, ikut berjualan di pinggir jalan, hingga menjadi penulis, sungguh alur kehidupan yang tak pernah disangka oleh Riko. “Aku usahain datang, tapi aku belum bisa janji sama kamu. Soalnya aku kurang enak badan.” Jawab Ira sekenanya. Hari ini Ira tak ingin keluar, entah apa yang ia takutkan, tapi sungguh ia sangat gelisah. “Ira… kamu harus datang dong, selama ini kan kamu yang selalu ada bantuin aku. Giliran sekarang aku sudah nyaris berhasil, kamu nggak ada di sampingku. Please..!” Riko pun memohon agar Ira datang. “Ya sudah, nanti aku datang, tapi nanti kamu duluan saja. Nanti aku menyusul.” Karna tak tega Ira pun meyetujuinya. “Tapi Ra, kamu kan..” “Kenapa ? buta ? meskipun aku buta, tetapi bukan berarti aku tak bisa mandiri kan ? kamu percaya saja sama aku.” “ Ya sudah, aku pulang dulu mau siap siap. Sampai nanti”* * * “Duh.. Ira mana sih ? sebentar lagi acaranya mau dimulai ?” Sudah hampir setengah jam Riko menunggu di halaman gedung, namun Ira tak menunjukkan batang hidungnya. Riko sangat gelisah, bukan karna Ira buta, namun rencananya nanti seusai acara, Riko akan menyatakan perasaannya bahwa ia sangat menyayangi Ira. Namun berberapa menit kemudian. “Itu Ira.. Ra…disini.. kamu denger suaraku kan ?” Namun tak disangka sangka Tiba tiba saat Ira menyebrang, datang mobil dengan kecepatan tinggi. “Akhh… Ira AWAASS….. mobil, ra…” CIAAATT…. Bruaaakk… Teriakan Riko pun tak dapat menghentikan kecelakaan tersebut. Tubuh Ira terpental dan jatuh menabrak pembatas jalan. Tubuh Ira penuh luka dan berdarah darah. Ira pun tak sadarkan diri. “IRAAA…. IRAA.. Ira kenapa ? Bangun ,Ra Bangun, Sadar!! semuanya… jangan diam saja… panggil ambulan… Cepat!! Ra… bangun, Ra” Riko pun terus berusaha membangunkan Ira. “Uhuuk hhmm…Rik…Riko..” Ira sadar lalu memanggil nama Riko. “Iya.. Ra ini aku..sabar ya, Ra. Ambulan Sebentar lagi datang..” “Riko… kamu nggak perlu repot repot, misi ku didunia ini kan sudah berhasil. Maaf yaa, aku nggak bisa menemani kamu hari ini. Meskipun begitu hidupmu harus tetap berjalan, ada atau nggak ada aku.” Kata kata Ira bukan membuat Riko semakin tenang malah semakin panik. Karna setelah itu Ira langsung tak sadarkan diri. “IRAAA… jangan tinggalkan aku, Ra… IRA…” Ira pun terlelap selamanya. Takkan ada lagi canda tawa Ira, takkan ada lagi sindiran Ira, semuanya lenyap dimakan waktu. Sudah dua bulan lebih, Riko hidup tanpa Ira. Riko pun berubah dratis. Senyum Riko pun tak pernah tampak. Kebanyakan hidup Riko diisi dengan berdiam diri melamun di kamar kost nya. Riko pun tak lagi menulis, buku terakhirnya adalah novel yang ia adaptasi dari kehidupannya, bersahabat dengan Ira selama ini. Bahkan novel itu belum sempat Ira baca. Selama setengah tahun Riko hidup dibawah bayang bayang Ira. Dan itu membuat Riko mengalami depresi kuat, sehingga tak lama kemudian Riko meninggal karna depresi. Namun ironisnya, novel terakhir Riko baru meledak dipasaran setelah Riko meninggal dunia. Kata kata Ira yang sangat Riko ingat adalah, you can make the magic, if you believe you can do. Dan kata kata itu lah yang membuat Riko semangat, bahwa ia bisa membuat keajaiban di hidupnya. Selama ini tak ada yang menyangka seorang gadis buta, seperti Ira, bisa membuat sebuah keajaiban hidup untuk seorang anak konglomerat, seperti Riko.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar